Nasib hutan Indonesia mendapat sorotan perhatian dan kekhawatiran global selama beberapa dekade terakhir. Hutan Indonesia dikenal di seluruh dunia karena keanekaragaman hayati yang tinggi, nilai penting bagi iklim global serta masyarakat adat dan masyarakat baris depan yang bergantung kepada hutan.
Cara berlangkah dari perjanjian diatas kertas untuk menciptakan perubahan yang nyata untuk masyarakyat dan hutan.
Dalam sejarah baru-baru ini, dua faktor utama pendorong deforestasi di Indonesia adalah perkembangan industri kayu pulp atau hutan tanaman industri (HTI) serta perkebunan kelapa sawit. Kedua industri ini membuka lanskap hutan alam dan lahan gambut yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan mengubahnya menjadi perkebunan monokultur berskala besar. Seringkali perkebunan ini dikembangkan di atas lahan yang dimiliki masyarakat lokal dan masyarakat adat secara turun temurun tanpa izin masyarakat yang bersangkutan. Perkebunan dikembangkan untuk menghasilkan kertas dan minyak sawit untuk komoditas pasar internasional.
Hutan tanaman industri yang dioperasikan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) dulunya adalah hutan tua yang dimiliki masyarakat adat secara turun temurun. Telusuri lebih lanjut
Hal ini memicu kekhawatiran global, maka diluncurkan kampanye global untuk komoditas ini serta afiliasinya melalui rantai pasok ke pasar Amerika Serikat dan pasar global untuk menghindari deforestasi dan pelanggaran HAM yang lebih luas, untuk menanggapi sejarah kerugian sosial dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri tersebut. Rainforest Action Network (RAN) dan organisasi lainnya berupaya mengedukasikan publik, penyusun kebijakan, dan perusahaan melalui rantai pasoknya tentang dampak deforestasi, iklim, perampasan lahan dan HAM serta apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membantu menangani permasalahan ini.
Masyarakat adat dan masyarakat baris depan bergantung kepada hutan untuk sumber pangan dan mata pencahariannya. Telusuri lebih lanjut
Kampanye pulp dan kertas RAN yang diluncurkan tahun 2009 telah menggambarkan dampak luas dan praktik buruk yang dilakukan produsen pulp, kertas dan viscose besar di Indonesia, yaitu Asia Pulp & Paper (APP), Asia Pacific Resources International (APRIL) dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Kampanye ini menyuarakan agar konsumen akhir produk pulp dan kertas, produk pakaian dan komoditas lain, yang biasanya merupakan merek-merek ternama, yang mendorong terjadinya deforetasi agar mengadopsi dan menerapkan kebijakan pembelian bertanggungjawab sejalan dengan nilai-nilai yang mereka anut. Kampanye ini juga menyuarakan agar konsumen menggunakan pengaruh mereka untuk menekan perubahan kebijakan dan praktik lingkungan dan sosial yang dilakukan produsen komoditas tersebut. Kampanye ini telah berkontribusi terhadap adopsi komitmen ‘nol deforestasi, nol gambut, nol eksploitasi’ oleh APP, APRIL, dan PT TPL serta kebijakan pembelian dari merek-merek global seperti Ralph Lauren, LBrands (Victoria’s Secret), Disney, Gucci, Tiffany’s, Victoria’s Secret, Nestle, Harper Collins, Office Depot, Nestle, Marks and Spencer, Ricoh dan banyak merek lainnya.
“Tanah adalah kehidupan kita” – Salamat Sianipar, ketua adat di Nagasaribu, Sumatera Utara, Indonesia. Telusuri lebih lanjut
Meskipun komitmen ini sudah berlaku namun belum ada perubahan memadai bagi hutan, lahan gambut, masyarakat adat dan masyarakat baris depan di lapangan. Walaupun sudah ada kemajuan dalam pemberhentian beberapa bentuk deforestasi, akan tetapi deforestasi meluas terus berlanjut oleh pihak ketiga. Emisi CO2 dan kebakaran masif dari sistem pertanian tidak stabil yang membutuhkan pengeringan lahan gambut untuk pembangunan perkebunan masih saja menjadi ciri khas industri ini. Konflik sosial meluas dengan masyarakat lokal atas lahan dan sumberdaya masih mengganggu industri ini. Selain itu, sejarah kerusakan lingkungan dan kerugian terhadap masyarakat yang telah kehilangan tanah dan mata pencahariannya belum juga ditanggapi. Walaupun sudah ada kemajuan awal dalam perlambatan deforestasi dan kerusakan hutan, industri ini memperluas kapasitan pengolahan hingga melampaui kemampuannya menghasilkan kayu dari HTI, sehingga menciptakan tekanan besar terhadap ekspansi yang disertai risiko dampak sosial dan lingkungan baru yang berbahaya.
“Ayo kita satukan tekad, ayo kita satukan kekuatan karena petani kalau bersatu, saya yakin tidak ada yang tidak mungkin.” – Sadili, Lubuk Mandarsah, Jambi, Indonesia. Telusuri lebih lanjut
Penting bagi pembeli merek dan komoditas lainnya serta mitra rantai pasoknya untuk bertanggung jawab atas komitmennya. Tantangan berikutnya, dan yang menjadi tolak ukur sebenarnya, adalah bagaimana kebijakan tersebut diterapkan dan menghasilkan perubahan nyata di lapangan. Kampanye ‘Beyond Paper Promises’ bertujuan memperkuat suara masyarakat baris depan untuk mendorong penerapan kebijakan agar pembeli dan pemasok melaksanakan komitmen kebijakannya dan menghasilkan keluaran di lapangan yang nyata, positif dan terverifikasi secara independent.
Bergabunglah dan baca kisahnya, bagikan kisahnya, dan bertindaklah hari ini juga!